87 Tips Debugging Resolver dan Query GraphQL: Panduan Komprehensif untuk Engineer

Debugging dalam ekosistem GraphQL sering kali terasa seperti menavigasi labirin tanpa peta. Antarmuka resolver yang dinamis, query yang fleksibel, serta interaksi layer antara backend dan frontend membuat problem tracing menjadi tantangan tersendiri—lebih-lebih jika kita berurusan dengan tim besar dan skema kompleks. Sebagai engineer yang telah berkutat bertahun-tahun dengan API GraphQL, saya merangkum 87 tips debugging resolver dan query GraphQL untuk membantu Anda memetakan masalah, memecahkan bug lebih cepat, serta mengoptimalkan produktivitas tim.

Artikel ini tidak hanya membahas teknik praktis, namun juga memberikan contoh kode, simulasi, dan diagram agar Anda bisa mengaplikasikannya langsung pada project Anda.

Mengapa Debugging GraphQL Itu Unik?

Sebelum kita menyelami daftar tips, penting untuk memahami mengapa debugging GraphQL punya kompleksitas tersendiri dibanding REST API.

• Schema-driven: Setiap field dipetakan ke resolver, sehingga salah satu query bisa men-trigger beberapa fungsi backend sekaligus.
• Dynamic Query: Konsumen dapat memilih data apa yang dibutuhkan. Query kecil atau besar sama-sama mungkin.
• Nested Data: Query/response dapat sangat dalam, sulit untuk trace field mana yang mengeluarkan error.
• Declarative Info: Banyak error tersembunyi dalam resolver, bukan pada lapisan routing atau controller.

87 Tips Debugging Resolver & Query GraphQL

Agar tidak overwhelming, tips ini saya kelompokkan berdasarkan area masalah dan dilengkapi tabel summary pada akhir setiap section.

1. Memahami Skema Anda

1. Gunakan tool introspection: Cek endpoint __schema untuk melihat daftar type, query, mutation, dan subscription.
2. Explore via Playground/Altair/Postman: Query field satu per satu, familiarisasi return value dan argumennya.
3. Validasi schema dengan graphql-js atau apollo-server-testing: Pastikan skema tidak ada conflict field/argument.
4. Dokumentasikan tipe-nya, misal via GraphQL Voyager.
5. Mapping struktur type ke arsitektur backend: mana yang REST, mana DB, mana microservice.
6. Tandai field-field deprecated.
7. Simulasikan query edge case: field kosong, array kosong, field nullable.

Contoh kode introspection:

{
  __schema {
    types {
      name
    }
  }
}

2. Logging & Observasi Dasar Resolver

8. Logging entry dan exit resolver secara konsisten.
9. Log semua parameter masuk untuk setiap resolver.
10. Gunakan unique request id untuk trace permintaan end-to-end.
11. Gunakan middlewares, misal Apollo Plugin logging, untuk intercept setiap resolve.
12. Catat error stacktrace sesingkat dan selengkap mungkin.
13. Tambahkan waktu eksekusi untuk setiap resolver untuk identifikasi bottleneck.
14. Gunakan tool tracing, misal Apollo Engine atau Sentry.

Contoh Resolver Logging Middleware (TypeScript, Apollo):

const loggingMiddleware = async (resolve, parent, args, context, info) => {
  const start = Date.now();
  console.log(`[ENTER] ${info.parentType.name}.${info.fieldName}`, args);
  try {
    const result = await resolve(parent, args, context, info);
    console.log(`[EXIT] ${info.parentType.name}.${info.fieldName}`, 'Duration:', Date.now() - start, 'ms');
    return result;
  } catch (e) {
    console.error(`[ERROR]`, e);
    throw e;
  }
};

// Pemakaian di Apollo Server
const server = new ApolloServer({
  // ...
  plugins: [{
    requestDidStart: () => ({
      willResolveField({ source, args, context, info }) {
        return loggingMiddleware;
      }
    })
  }]
});

3. Simulasi & Mocking

15. Uji query dengan data mock sebelum mengaktifkan sumber data nyata.
16. Gunakan tools seperti GraphQL Faker, Mock Service Worker, atau Apollo Mock.
17. Simulasikan error resolver, return null, throw error, latency tinggi.
18. Pakai snapshot testing untuk response GraphQL.

4. Isolasi & Test Resolver secara Unit

19. Buat unit test resolver satu per satu (Jest, Mocha).
20. Pakai dependency injection untuk data source agar testable.
21. Mock parent, args, context, dan info bila perlu.
22. Uji skenario umum dan edge-case.

Contoh Unit Test Resolver (Jest):

test('User resolver: resolve user by id', async () => {
  const args = { id: 'user-123' };
  const context = { dataSources: { userAPI: { getUser: jest.fn().mockResolvedValue({ id: 'user-123', name: 'Ali' }) } } };
  const result = await resolvers.Query.user(null, args, context);
  expect(result).toEqual({ id: 'user-123', name: 'Ali' });
});

5. Trace Query Nested

23. Print log pada resolver nested.
24. Gunakan extension di playground (misal “Tracing” di Apollo) untuk breakdown waktu tiap field.
25. Tandai resolver mana yang sering dipanggil ulang (n+1).
26. Implementasi DataLoader untuk batch pengambilan data.
27. Monitor call sequence dengan Logging + Tree.

Diagram Alur Permintaan Query Nested (Mermaid):

graph TD
  Q[Client Query]
  Q -->|Query 'user'| UserResolver
  UserResolver -->|Field 'posts'| PostsResolver
  PostsResolver -->|Field 'comments'| CommentsResolver

6. Identifikasi Error Message Umum

28. Perhatikan error seperti Cannot return null for non-nullable field
29. Validasi input constraint (misal ID harus UUID).
30. Check error detail di property extensions pada error response.
31. Tangani error custom dengan formatError di GraphQL server.
32. Jangan swallow error pada try-catch, selalu log dengan lengkap.

7. Debugging Query Frontend

33. Selalu catat query yang dikirim frontend (misal di log server).
34. Gunakan playground untuk replay query persis seperti yang diterima server.
35. Mirror header (auth, request id) saat debugging request.
36. Validasi variable name & value saat parsing query di frontend.

8. Versioning & Deprecation

37. Tandai field deprecated dengan directive @deprecated;
38. Audit schema setiap quarter—hapus field yang tak terpakai.
39. Pantau query legacy yang masih dipakai oleh frontend.
40. Komunikasikan breaking changes secara jelas ke seluruh consumer.

9. Schema Stitching & Federation Issue

41. Log setiap root query ke sub service.
42. Pastikan unique type name agar tak bertabrakan.
43. Jika pakai Apollo Federation, selalu validasi composition sebelum deploy.
44. Simulasi query antar service pada local environment.
45. Debug response mapping antar service: field hilang, nullable bug dsb.

10. Monitoring, Metrics & Trace

46. Pasang metrics dashboard (Prometheus, Datadog, Grafana).
47. Beri alert pada spike error rate.
48. Catat top query yang paling mahal (Top Slowest Query).
49. Analisa top n+1 root cause.
50. Simpan log trace per request/field untuk investigasi.

11. Praktik Advanced (Cache, Pagination, Rate Limiting)

51. Tes caching: cache hit/miss, invalidasi cache setiap field.
52. Uji pagination: edge-case, page size besar/kecil.
53. Rate limiting per user/API key.
54. Simulasi query abusive/bloat dari frontend.
55. Validasi auth-per-field (authorization di resolver).

12. Issue Otentikasi & Authorization

56. Catat setiap request gagal auth.
57. Pastikan context/auth injected ke setiap resolver.
58. Mock user role saat test.
59. Uji depth exposure untuk user dengan hak akses berbeda.

13. Debugging di Production

60. Nonaktifkan stacktrace pada client, aktifkan pada log.
61. Masking detail error production, jangan bocorkan info sensitif.
62. Trace request failure dengan ID unik.
63. Logging fallback response pada edge case produksi.
64. Simpan query sejarah yang menyebabkan error.

14. CI/CD untuk Testing & Validasi

65. Jalankan schema validation di pipeline.
66. Gunakan test coverage tools untuk resolvers.
67. Lakukan canary deploy khusus schema baru.
68. Rollback schema dengan versioning jika error.

15. Best-Practices Anti-Bug

69. Sederhanakan resolver agar pure & stateless.
70. Minimize side effect di resolver.
71. Jangan mixing logic query/mutation dalam satu resolver.
72. Validasi input di level resolver, bukan hanya middleware.
73. Hindari query recursive tanpa depth limit.
74. Gunakan naming convention konsisten pada field/type.
75. Audit dependency schema & library secara berkala.
76. Dokumentasi setiap error yang pernah ditemukan.
77. Kolaborasi dengan tim frontend untuk skenario edge-case query.

16. Soft Skill & Kolaborasi

78. Biasakan pair-debugging untuk masalah rumit.
79. Rutin knowledge sharing seputar error/resolver tricky.
80. Buat checklist debugging per modul.
81. Lakukan post-mortem setiap insiden.
82. Review resolver baru secara code-review, fokus pada error handling.
83. Dokumentasikan behaviour query/resolver yang ‘ajaib’ secara tim.
84. Training anggota baru debugging playground & log tracing.
85. Tulis manual testing steps di setiap PR besar.
86. Rutin refactor resolver untuk penanganan error lebih baik.
87. Jangan ragu minta bantuan lintas tim jika stuck.

Tabel Ringkasan Tip Debugging

Kesimpulan

Debugging resolver dan query GraphQL memang rumit, tapi bukan tidak mungkin untuk dijinakkan. Dengan 87 tips di atas, Anda bukan hanya dapat memecahkan masalah lebih cepat, tapi juga dapat mengakselerasi produktivitas tim dan menjaga kualitas delivery produk Anda. Jadikan debugging sebagai budaya, bukan sekedar aktivitas pasif, supaya setiap bug jadi bahan belajar dan asset kolektif tim.

Jika Anda punya tips tambahan, atau cerita debugging epik GraphQL lainnya, boleh share di kolom komentar.

Happy debugging! 🚀